watch your mouth, watch our mouth

Hari ini bangun pagi jam 10 (udah ga pagi lagi. blame the sun!) habis liat timeline twitter dari 4 jam yang lalu (kebiasaan buruk. ken, berdoa bangun pagi dulu ken) trus klak klik klak klik macam ga jelas di ipod dan beranjak ke laptop. Eits hari ini saya nggak ada vorlesung temans.

Tiba-tiba di News Feed FB udah penuh dengan artikel "hubungan erat" DPR-PPI Berlin. Saya jujur aja nggak pernah ambil pusing sama masalah ini. saya baca artikel dan nonton utube tentang komisi delapan di australia, saya juga update masalah 8 bulan lalu tentang protes terbuka PPI Berlin. Tapi tindak paling jauh paling mendesah sambil geleng-geleng, "indonesaaaa indonesaaaa" mentok juga ngeshare, biar orang tau betapa bobroknya kursi-kursi yang berkuasa di atas sana. ah

Saya nggak pernah tertarik sama politik, saya nggak suka berdebat tentang sesuatu yang berat, saya cuma pembaca di forum ikastara kalau bang ini kak itu dek ini dek itu menshare sesuatu dan semua orang menanggapinya dengan kritis (iya, saya alumni dari sma macam ini. banyak orang2 kritis yang profi dibidangnya, ngebuat orang macam saya cuma melongo aja baca forum). bahkan saya tipe orang yang hanya membaca sesuatu yang ingin saya baca. Kalian harus terima kalau di bumi masih ada makhluk kayak saya yang suka tutup telinga dan komen cuma sama sesuatu yang ngetrend aja, iya kami masih eksis.

Tapi pagi ini saya membaca artikel ini  dan darah saya mendidih setengah mati. You can't say that as a leader, you can't say that as a parents, you can't say that as a human. Orang bilang kalau marah lebih baik diam. Inilah contohnya. Tapi saya nggak bisa maklum, karena anda udah dewasa, anda pemimpin, anda orang tua. Mau apa pun alasannya tetap salah dari semua sisi.

Saya pernah punya cerita dari orang yang paling dekat dengan saya, dan ini beneran terjadi. Ceritanya si Mawar mau kuliah ke jerman, dia usaha setengah mati gimana caranya dia bisa kuliah di negeri kering ini (fufu). Dia lagi dalam titik paling semangat, dan sayangnya dia orang yang perasa yang kadang terlalu ngedenger pendapat orang lain. Suatu saat, si tantenya mawar yang paling dekat sama dia tiba-tiba bilang "kamu ngapain sih pergi ke jerman? dapet apa di sana? mending sekolah di indonesia. sama bagusnya. Coba daftar ke universitas swasta X, disana kalau udah lulus langsung dapet kerja lho"

as simple as that, mungkin si tante nggak sadar bahwa omongannya sangat berefek sama si Mawar, mungkin dia ngerasa dia cuma ngasal omong. Dari ngasal omong inilah yang kadang bisa bikin orang lain kehilangan semangat atau bahkan ngubah pikiran. Hati-hati berbicara. Karena kamu nggak tahu betapa besar efeknya sama orang lain.

Apa yang dibilang si tante nggak ada bedanya sama si Marzuki Alie yang katanya ketua DPR. iya gituh? Mulut disekolahin dulu, pak. Anda nggak tau betapa susahnya kuliah sambil kerja (iya, faktanya kita nggak dapet sepeserpun devisa negara). Anda nggak tahu betapa susahnya survive di negeri orang yang bahasanya kayak bahasa planet. "Kalau sekolah di indonesia lebih murah dengan dan kualitas yang sama dengan jerman, gue juga pengen pake bahasa ibu belajarnya" (Ginanjar Wira Utama) saya sumpah harus like 100x komen dia. *minta enaknya. bahasa jerman susah cuy*

Anda nggak ngerti efek ke mahasiswa jerman cuma dengan barisan kalimat yang anda ucapkan. Itu pembunuh semangat, gila aja ngomong kayak gitu. Saya berkoar-koar tadi malem di post sebelumnya tentang ngebangun indonesia di masa depan. eh malah ketua DPR-nya nyuruh kami belajar di negeri sendiri via internet. eh lo gila kali. turun jabatan gih.

Indonesia, jadilah bangsa yang mengayomi, please. Mulailah dari diri sendiri, jangan suka asal ngomong, karena sekali lagi kamu nggak tau efeknya buat orang lain. Buat yang di kursi atas, jangan korupsi, jangan menghambur-hamburkan uang buat kegiatan nggak jelas. Ngabisin 2,3 Miliar buat studi banding, dikata kita rakyat indonesia orang bodoh apa? Emang kita nggak bisa ngitung, emang kita nggak bisa tau mana yang lebih prioritas: kemiskinan rakyat dan studi banding sambil belanja. Oh please, jujur aja saya fine-fine aja denger mereka belanja di eropa selagi studi banding. Tapi jangan jadi studi banding selagi belanja. Intinya kalian kesini kan studi banding (yang nggak jelas juga plus berbondong-bondong plus katanya salah alamat ye?).

Buat PPI Berlin, good job. Mungkin ada yang nggak setuju sama cara kalian? it's fine. Saya malu sebagai orang yang tukang protes tapi di belakang. Kalo protes harus di muka, like what you all have done. Good Job. Saya cuma senang bahwa ada orang lain yang masih mau ngejaga indonesia, ini negeri kita sendiri after all.

Terakhir dari post yang saya tahu bakalan super panjang ini, saya punya quotes dari Mbak Mertin. Dia pernah bilang bahwa 'protes atau demo' itu penting. Penting untuk ngungkapin keenggaksetujuan kita, nunjukin bahwa kita punya suara, dan nggak ikut-ikutan aja sama yang di atas. Jangan mau dijajah, apalagi sama bangsa kita sendiri. Suara Rakyat itu emas, so speak up! Jadilah bagian dari perubahan!

Pada akhirnya saya cuma bisa berdoa, semuanya lebih baik lagi. Bikin generasi di atas yang sekarang sedang berkuasa, yang sering kita hujat karena korupsi, karena ngabisin duit rakyat (oh yes. devisa negara), adalah generasi terakhir yang melakukan tindakan tercela. Saya tahu kita bisa. We can do it!


xoxo






Comments

Popular Posts